Senin, 02 Mei 2016

Teknologi Bioflok Lahan Ketat, Untung Berlipat

07.22.00

Siapa bilang, budidaya ikan hanya bisa dilakukan di kolam besar. Kini, budidaya ikan dapat dilakukan di lahan ketat (sempit) dengan teknologi bioflok. 


Berlokasi di Jalan Raya Keadilan No.65 Rawa Denok, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kecamatan Pancoran Mas Depok, Jawa Barat dapat kita jumpai farm bioflok 165 milik Legisan Sugimin Samtafsir . Pria asal Medan, Sumatera Utara ini sejak tahun 2012 lalu, mulai menggeluti usaha yang menjadi salah satu bisnis yang menjanjikan di Tanah Air.
 Menurut ceritanya, dulu dirinya bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan BUMN selama 13 tahun. Tahun 2003, dirinya meminta pensiun kemudian bergabung dengan perusahaan swasta yang dipimpin oleh Ary Ginanjar (ESQ) selama 10 tahun. Tahun 2012, dirinya meminta izin kepada pimpinan untuk membuat kegiatan (budidaya perikanan), namun motivasinya saat itu bukanlah bisnis, melainkan ingin membantu anak-anak muda yang belum mendapatkan pekerjaan. “Kalau saya pulang kampung, banyak yang menanyakan pekerjaan. Saya kesusahan merekomendasikan mereka untuk bekerja di mana. Atas dasar ini lah, saya pikir-pikir perlu membuat kegiatan yang dapat menjadi lahan pekerjaan,” ujar Legisan.

“Nah menurut saya, kegiatan atau usaha yang paling mudah untuk dikembangkan adalah perikanan, tidak perlu sekolah tinggi dan ilmu yang banyak. Tapi ternyata, setelah saya jalani, ternyata sangat diperlukan pengetahuan,” terangnya. Dari sini lah, perjuangan Legisan dimulai. Pada saat itu, dirinya nyemplung langsung, membuat kolam. Timnya disekolahkan untuk belajar perikanan, lalu membangun sarana dan prasarana. Tiga bulan berjalan, namun belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Setelahnya, Legisan terus mencari informasi, dan mulai membuat inovasi-inovasi, seperti kolam bundar terpal. “Waktu itu kolam terbuat dari beton dan fiber. Namun beton tidak praktis, sementara fiber harganya mahal.
Akhirnya saya berinovasi menggunakan bilik bambu, besi behel dan terakhir besi wiremesh,” urainya. “Jadi, inovasi kolam bundar terpal pertama itu sebenarnya di sini,” akunya. Legisan mengatakan, pada Desember 2012 ia mulai mengerjakan membuat kolam bundar terpal. Kolam bundar pertama dibuat belum menggunakan besi. Inovasi membuat dengan besi beherl pada Januari 2013 dan besi wiremesh pada Februari 2013. “Jadi untuk membuat kolamnya saja perlu waktu yang cukup lama,” ujarnya.

Teknologi bioflok Setelah membuat banyak kolam bundar terpal, ada informasi lain yang harus ia peroleh untuk budidaya ikan. Banyak informasi yang ia peroleh saat itu, salah satunya dari Suprapto, Pembina FKMP (Forum Komunikasi Mina Pantura) Pekalogan sekaligus pakar bioflok.Dari sini, ada SOP (Standar Operasional Prosedur) yang harus dipraktekkan. Setelahnya, perlahan pada bulan April 2013 tebar benih dan hasilnya mulai kelihatan bagus. “Dari teknologi bioflok ini, hasilnya mulai terlihat bagus, setelahnya kita bangun atap, bahan-bahan budidaya seperti molase sudah kita gunakan,” terangnya. Nah, lanjut Legisan, akhirnya pada Juni 2013 di-launching-lah teknologi bioflok di sini, hampir 50 kolam. “Banyak yang datang untuk melihat, bahkan dari pemerintah sendiri melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan SK sebagai Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP),” ceritanya. Namun, ujar Legisan, inovasi terus-menerus dilakukan, karena faktanya masih banyak kolam yang bau.
“Pontang-panting mencari formula yang pas ternyata tidak mudah, dan ini berlangsung cukup lama hingga Januari 2014. Namun, pertengahan Februari mulai ketemu dan kita praktekkan. Sejak saat itu, kolam-kolam tidak bau, dan produksi terus bagus,” akunya. Untuk teknologi bioflok, lanjut Legisan, ada SOP tersendiri dan berbeda dengan konvensonal. “Kita harus menyiapkan air, treatment air, penyiapan probiotik, molase, kaporit, garam dan lain-lain. Nah untuk kesemua ini, membutuhkan waktu 12 hari. Setelah 12 hari baru bisa dimasukkan ikan ke kolam. Selain itu, pakan harus disiapkan, difermentasi, jika cukup baru bisa diberikan ke ikan. Begitu pula dengan air, aerasinya harus lancar, ditambahkan formula probiotiknya lalu digandakan, diaktivasi terlebih dahulu, sehingga siap menjadi formula sebagai pengurai kotoran ikan,” jelas Legisan.
“Pemberian probiotik diberikan satu kali sehari, di mana dosis disesuaikan dengan jumlah pakan yang diberikan dan mengikuti jumlah ikan. Pakan diberikan dua kali sehari yakni rentang waktu dari pukul 8.00 hingga 17.00,” tambahnya. Usaha yang menguntungkan Untuk budidaya percobaan 2 kolam masing-masing 1.000 ekor biaya yang dikeluarkan cukup Rp.5.000.000. “Biaya produksi (benih, pakan, probiotik, molase, dolomit, garam, tenaga kerja) per kg nya dikenakan Rp.14.000. Nah pertanyaannya, berapa harga yang akan kita jual?,” tegasnya. Harga benih Rp.3.000/kg, pakan Rp.9.000/kg, dengan FCR 1,1 (standar). Untuk 2.000 ekor butuh 150 kg, dan biasanya panen mencapai 200 kg. Tapi, menurut Legisan, dengan harga Rp.14.000 tersebut, masih terdapat potensi pendapatan atau pengurangan biaya karena efektifnya teknologi bioflok, yakni sebesar 20%. Terlebih ini baru biaya biasa saja, belum ditambah dengan FCR. “Jadi, semisal 20% dari Rp.14.000 adalah Rp.11.200. Inilah harga pokok produksi sebenarnya,” urainya. Bagaimana dengan harga jual? Legisan mengatakan, lele bioflok dijual kepada para tengkulak Rp.18.000 per kg, harapannya petani bisa untung. “Dalam bisnis itu ada dua yakni harga pokok dan harga jual. Harga pokok harus ditekan supaya murah, sementara harga jual harus dinaikkan supaya tinggi, yang akhirnya mendapatkan keuntungan banyak. Jika harga pokok tidak bisa ditekan, maka harga jual harus dinaikkan supaya ada keuntungan. Namun jika harga pokok sama dengan harga jual, maka kita akan rugi. Nah sekarang, bisakah kita menekan harga pokok? Pembudidaya harus bisa mengefektifkan teknologi bioflok agar mendapatkan potensi 20%. Jika bisa mendapatkan itu, pembudidaya sudah bisa mendapatkan keuntungan Rp.2.800 per kg, ditambah lagi jika bisa mendapatkan harga jual dari tengkulak dari Rp.15.000 ke Rp.18.000, ada penambahan lagi sebesar Rp.3.000. Jadi bisa mendapatkan potensi sebesar Rp.5.800 per kg. Nah jika 200 kg, tinggal dikalikan saja,” ujarnya sembari berhitung. “Dengan penguasaan teknologi, saya yakin teman-teman pembudidaya bisa untung,” jelasnya. Althaf.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

1 komentar:

 

© 2013 Mentari Nusantara Feedmill. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top